Oleh : Zainul Arifin

Belum genap dua bulan berlalu bulan suci Ramadhan 1429 H, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam menyaksikan bencana alam dan bencana sosial mewabah di seantero negeri. Bencana alam datang sebagiannya akibat ulah manusia selama beberapa tahun sebelum kini, misalnya penggundulan hutan beberapa saat lalu, sehingga kini kita menuai buahnya. Tanah longsor dan banjir. Sedang bencana alam semisal gempa bumi tektonik, nyaris tak bisa diprediksi dan dihindari sebagai bagian dari pergeseran lempeng Bumi (pangea) dan pergerakan alam semesta sesuai sunnatullah.


Sementara bencana sosial yang mewabah sekarang ini antara lain adalah pengangguran, konflik antara buruh dan majikan dan kerusuhan, termasuk di dalamnya tawuran. Entah tawuran kecil antar pemuda, antar mahasiswa dan tawuran besar antar desa, antar pendukung gubernur atau bupati/walikota. Dan yang paling sering terjadi adalah kericuhan antara penggusur dan kaum yang digusur serta antara masyarakat dengan aparat keamanan.

Penanda bulan suci Ramadhan di awal tulisan bukan sekadar pengingat waktu. Namun untuk mengingatkan hakikat akan apa-apa yang selama bulan itu diperdengarkan oleh para penceramah, dilakukan oleh kaum muslimin dan selayaknya diteruskan di bulan berikutnya. Hakikat yang ingin diaktualisasikan kembali adalah betapa pada waktu itu semua penceramah, semua kaum muslimin, mengajak dan diajak untuk berlaku jujur karena puasa di bulan itu tidak ada yang mengawasi kecuali Allah dan diri sendiri. Pada puasa itu diajarkan pengekangan hawa nafsu, dilambangkan dengan menahan pemenuhan keinginan perut dan syahwat seksual di siang hari dan pengekangan akan pembicaraan yang tidak perlu, terlebih caci maki, penyebaran berita bohong dan penghasutan. Kemarahan pun diikat kuat-kuat agar terjadi pembelajaran untuk tidak mengumbar amarah di sembarang waktu dan kesempatan.

Namun apa terjadi? Oleh akumulasi persoalan yang rumit yang melanda negri ini, pengekangan amarah itu sudah dilupakan. Di beberapa daerah hampir tak ada sisa tapak-tapak Ramadhan menghiasi, kecuali yang telah biasa terjadi, sekadar sholat fardhu. Amarah dan ketidakjujuran melanda di sana-sini. Soal ketidakjujuran, mungkin bisa diperdebatkan. Namun soal amarah yang menghambur tak bisa diingkari. Padahal jelas dikatakan berjuta kali firman Allah dalam Qs. Ali Imran 134, bahwa orang yang bertakwa “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Melalui ayat ini, Allah bermaksud mengajarkan kaum muslimin dan umat manusia seluruhnya sesungguhnya, bahwa di antara ciri-ciri orang yang baik, yang bertaqwa, adalah yang mampu menahan amarahnya dan bahkan jika mampu memaafkan kesalahan orang lain. Namun menahan amarah tampaknya masih menjadi perkara yang tidak mudah di negeri ini. Selaras dengan berbagai pertikaian dan konflik di tingkat elite, konflik di masyarakat banyak yang berujung penumpahan amarah secara membabi buta. Ricuh. Anarkhi. Chaos.

Sepertinya negeri yang dulu pernah dijuluki warganya ramah dan murah senyum ini sedang bermetamorfosa menjadi negeri yang berwajah angker dan murah tinju. Segala konflik menjadi kurang layak berita kalau tidak diwarnai kericuhan atau berakhir rusuh. Salah paham berebut – maaf – perempuan antara dua pemuda, dapat berakhir rusuh dua desa. Perdebatan batas dua desa dapat berakhir rusuh di depan balaikota. Perselisihan pemenang Pilkada dapat berakhir bentrok di depan gedung kantor gubernur.
Pemicu kekerasan masyarakat tentu banyak kaitannya. Baik terkait soal ekonomi, sosial, politik ataupun budaya. Namun dua kemungkinan bisa dicermati, yakni adanya kekerasan struktural dan kekerasan kultural.

Kekerasan struktural dipahami sebagai kekerasan yang muncul akibat struktur kekuasaan yang kurang memihak kepada rakyat, birokrasi yang menghambat dan penelantaran hak-hak warga negara yang seharusnya dipenuhi oleh pemimpin pemerintahan. Perombakan struktural tidak mungkin dilakukan oleh masyarakat, kecuali melalui revolusi. Namun hal ini bukan pilihan yang banyak diminati. Akhirnya masyarakat hanya mampu berdemonstrasi, syukur-syukur diperhatikan dan terjadi perubahan. Jika ternyata tidak, maka kekerasan fisiklah yang terjadi.

Kekerasan kultural adalah kekerasan yang terjadi karena adanya budaya di daerah tertentu yang banyak menampilkan kekerasan dalam penyelesaian masalah. Awalnya mungkin oleh kondisi geografis yang dihadapi, namun lambat laun menjadi perilaku sosial yang turun temurun. Pengikisan terhadap budaya kekerasan ini dilakukan melalui penyadaran, pencerahan akan bahayanya kekerasan dalam penyelesaian masalah, dan biasanya hal ini memakan waktu sangat lama, kecuali dilakukan oleh pemimpin yang sangat kharismatik.

Meskipun dua hal di atas mungkin mempengaruhi kebiasaan tawuran yang sekarang sedang mewabah di negeri ini, bukan berarti tidak ada contoh penyelesaian yang pernah terjadi. Dalam konteks Agama Islam, kehadiran Nabi Muhammad Saw pada zamannya dapat dijadikan pegangan. Betapa dalam kehidupan masyarakat Makkah yang dicengkeram oleh kekerasan struktural elit Quraisy dan kekerasan kultural dalam penyelesaian masalah, Muhammad dapat mengubah menjadi kepemimpinan yang lembut dan menghilangkan kekerasan kultural secara cukup signifikan. Sehingga orang sekaliber Umar ibn Khaththab pun menjadi lembut akhlaknya. Berbagai persoalan dapat dibicarakan. Kekerasan tidak diobral.

Nabi bersabda, “Orang yang dibenci Allah ialah orang yang bermusuh-musuhan dengan keji dan kejam.” (HR Al-Bukhari dari ‘Aisyah/Shahih Al-Bukhari, hadis no. 2325). Mengingat Qs. Ali Imran ayat 134, tarikh Nabi Muhammad berikut sabdanya di atas, semoga masyarakat kita dapat terbebas dari wabah kekerasan. Negeri kita bukanlah negeri tawuran. Allahu a’lam.

Penulis bekerja di Kanwil Depag Prov. Kalbar



صحيح البخاري م ت البغا/6 - (ج 2 / ص 867)
2325 - حدثنا أبو عاصم عن ابن جريج عن ابن أبي مليكة عن عائشة رضي الله عنها
: عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( إن أبغض الرجال إلى الله الألد الخصم )
[ 4251 ، 6765 ]
[ ش أخرجه مسلم في العلم باب في الألد الخصم رقم 2668 . ( الألد الخصم ) المعوج عن الحق المولع بالخصومة والماهر بها والألد في اللغة الأعوج ]
صحيح مسلم مشكول - (ج 13 / ص 150)
4821 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ




1 komentar

  1. Unknown // 5 Juni 2017 pukul 04.51  

    Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri.