Oleh : Zainul Arifin *)

Salah satu keistimewaan ibadah shoum atau puasa adalah banyak orang yang ingin melaksanakannya meski ibadah lain tidak dilaksanakannya. Sehingga pada suatu kesempatan ada seseorang yang bertanya, “Bila pada bulan Ramadhan seseorang berpuasa sedangkan diluar Ramadhan ia tidak melaksanakan ibadah lainnya, apakah dosa-dosanya akan diampuni?” Jawabannya bisa simple (sederhana) bisa panjang lebar.

Yang sederhana, bahwa hal itu menggambarkan tingkat keimanan atau keislaman orang tersebut masih lemah. Sedangkan Allah menghendaki seseorang muslim itu melaksanakan Islam secara kaaffah (totalitas). Maka bisa diduga bahwa ia berpuasa juga tidak sepenuh hati, sepenuh iman dan semata-mata mengharap ridla Allah, sebagaimana dituntut oleh hadis “Man shaama ramadhaana imanan wahtisaaban ghufira lahu maa taqaddama min dzambih.” Jika demikian halnya tentu dosa-dosanya tidak terampuni meski ia ikut berpuasa.

Namun bila berpuasanya pada bulan Ramadhan, tahun ini misalnya, menjadi starting point perubahan sikap keberagamaannya dari tidak taat menjadi taat, dan berpuasa Ramadhan sesuai dengan tuntutan hadis di atas, insya Allah dosa-dosanya (yang kecil) akan diampuni oleh Allah.


Kini bulan Ramadhan datang lagi. Seperti waktu-waktu yang lalu, kita melaksanakan puasa dan amaliah Ramadhan lainnya. Yang menjadi pertanyaan : adakah perubahan yang cukup berarti (signifikan) selama dari puasa tahun lalu ke puasa tahun ini? Kalau tidak ada perubahan yang berarti, akankah kita saat ini berniat sungguh-sungguh melakukan perubahan ke arah yang lebih baik selagi melaksanakan puasa Ramadhan?

Orang yang melaksanakan puasa dengan baik, diketahui meningkatkan akal budi dan pikirannya menjadi lebih bijaksana, menjadi lebih filosofis. Dalam keadaan lapar dan haus, pemikiran orang meningkat dari hal-hal yang fisik menjadi lebih abstrak. Ia lebih mampu bertafakkur akan ayat-ayat Allah dibanding hari-hari lain di luar puasa. Maka tidak mengherankan kalau alim ulama dahulu adalah orang-orang yang kuat mengamalkan shoum di luar bulan Ramadhan terlebih lagi di bulan Ramadhan.

Jika sebagian besar orang yang melaksanakan shoum, baik Ramadhan atau di bulan lain dapat meningkatkan kualitas puasanya, dari sekadar fisik menjadi pembentuk mentalitas dan lebih filosofis, insya Allah kedamaian akan kian terasa. Orang tidak akan terbelenggu oleh gemerlap keduniaan, tetapi terpikat oleh enerji ketuhanan.

Puasa demikian hanya akan tercapai jika ia melaksanakan puasa Ramadhan ini berlandaskan keimanan – keterikatan kepada Allah SWT semata (tamassak billah) dengan cara menghindari hal-hal yang membatalkan puasa dan merusak pahalanya (imsak ’an). Hadis Nabi menyatakan, ”Barangsiapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dengan sempurna dan berkesinambungan berlandaskan iman dan pengharapan akan ridha Allah semata, maka akan diampuni dosa-dosa (kecil) nya yang telah lalu.”

Anak-anak kecil biarlah berpuasa semampunya. Yang penting, pemahaman keagamaannya kita tingkatkan. Bagi kita yang dewasa, puasa membuat hati dan pikiran kita lebih jernih. Enerji ketuhanan melimpah dalam sanubari kita. Kepekaan terhadap kehidupan kemanusiaan dan segala problematikanya lebih sensitif, sehingga kita tidak tega melihat banyak orang menderita kelaparan, kehausan, kedinginan, kepanasan. Inilah puasa yang meningkat dari waktu ke waktu. Puasa yag tidak sekadar menjadikan kita lapar dan haus belaka. Insya Allah.


*) Penulis bekerja di Kanwil Depag Prov. Kalbar

Sumber : Hikmah Ramadhan 1429 H (Equator)

0 komentar