Bidang pendidikan hidup sederhana dan mandiri.

Bapak memberi contoh dapat melakukan semua pekerjaan tukang dan memiliki semua peralatan tukang batu, tukang besi dan alat-alat mematri. Bapak / simbok tak membedakan pendidikan anak laki-laki dan perempuan. Semua ketrampilan sehari-hari harus bisa bahkan diajar sendiri oleh bapak/simbok. Dari menanak nasi, menjahit baju sampai memelihara sepeda, sampai menambal ban bocor.


Uang sakupun sejak SR (Sekolah Rakyat sekarang SD) dibatasi, uang jajan (sebagian harus ditabung di Kantor Pos). Bapak / simbok tidak pernah memanjakan, anak mulai saat kelas 6 SD harus bisa mencuci pakaiannya sendiri walau di rumah ada pembantu. Dan pakaian sekolah Mu'allimat pun dicukupkan hanya 3 stel (1 stel untuk 2 hari).

Bapak/simbok punya prinsip : anakku okeh, aku ora nyangoni bondho, aku mung nyangoni ngelmu, lanang wedok podho wae.


Hari-hari biasa tak boleh mengenakan perhiasan. Perhiasan bagi anak putri hanya boleh dikenakan di hari Raya Iedul Fitri dan jagong manten. Sepeda dibelikan sesudah tamat SR, dibelikan jam tangan kalau naik kelas 3 Mu'allimat. Ini semua sudah dijadwal dan diberitahukan sebelumnya. Jadi, kami tidak bisa berharap (saat masih klas 1) akan punya jam tangan walaupun teman-teman sudah memakai. Kami tak merasa tertekan / minder, karena merasa itulah kemampuan orang tua kami.

Namun kami dengar orang mengatakan :
“mbah H Anwar Rofi'ie sugih anak, sugih bondho." Namun Sesungguhnya dan sebenarnya saya sendiri tidak merasa sebagai anak orang kaya, tetapi cukup saja.

Pada suatu saat ketika kami bercerita bahwa teman kami mengadakan kesepakatan ingin berbaju seragam (kembaran), berseragam tas dan lainnya, spontan :
bapak sendiri berkata : “ kowe ora usah melu-melu,
kae rak yo anake wong sugih-sugih ! ”

Kami diberi kebebasan untuk menambah ilmu dan ketrampilan dengan pesan harus mengajarkannya kepada yang lain. Kang Asy'ari kursus batik dan tenun, Yu Djamim kursus bordir, aku kursus Bahasa Inggris, batik, roti kering / basah, dll.


Artikel terkait :


0 komentar