Oleh : Zainul Arifin

Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-Hasyr : 18, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dikedepankannya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Mengutip Thabathabai, Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbahnya menulis bahwa perintah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok sebagai perintah untuk melakukan evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan.

Ini seperti seorang tukang yang telah menyelesaikan pekerjaannya. Ia dituntut untuk memperhatikannya kembali agar menyempurnakannya bila telah baik, atau memperbaikinya bila masih ada kekurangannya, sehingga jika tiba saatnya diperiksa, tidak ada lagi kekurangan dan barang tersebut tampil sempurna. Kebaikan tentu bukan hanya perbuatan individual yang didasari niat baik namun harus dapat mengekspresikan aksi kolektif berdasarkan tujuan universal sesuai yang dinyatakan dalam wahyu dan sejalan dengan asas positif kehidupan.
Maka jika kita menengok sedikit ke belakang, ke tahun yang sebentar lagi akan berganti ini, kita mendapati persoalan sosial (kolektif) yang begitu banyak. Di antara yang sangat menonjol adalah sering terjadinya tindak kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Kekerasan itu dapat berupa perseteruan antar individu, dapat pula antar kelompok yang mengakibatkan korban tewas atau luka berat. Kehidupan sosial yang kurang mendatangkan rasa aman dan nyaman itu agaknya masih akan berlanjut. Bukannya kita tidak menengok ke belakang untuk membuat evaluasi, namun kesulitan yang melanda masyarakat agaknya sedikit mengurangi alternatif yang dapat diraih untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Tentu saja secara normatif agama Islam mempunyai ajaran luhur yang mencegah segala perendahan martabat kehidupan manusia itu. Ada lima hal yang menjadi tujuan universal asas positif hukum Islam yakni : pemeliharaan kehidupan, pemeliharaan akal, penegakan kebenaran, kehormatan manusia, dan pemeliharaan kesejahteraan.
Prof. Hassan Hanafi dalam bukunya “Agama, Kekerasan dan Islam Kontemporer” menulis bahwa tujuan-tujuan tersebut dapat dijadikan tolok ukur utama bagi etika global dan kesatuan aksi kolektif untuk solidaritas manusia.
Pertama, pemeliharaan kehidupan manusia sebagai tolok ukur (nilai) utama dan absolut. Tidak ada ruang dan kebenaran bagi pembinasaan kehidupan manusia. Apabila kehidupan manusia terancam, maka semua hukum berkewajiban untuk menyelamatkan. Kehidupan bukan hanya untuk manusia, namun juga untuk alam lingkungan seluruhnya. Di sini dapat dipahami mengapa Islam sangat memperhatikan kelestarian kehidupan baik manusia maupun alam. Islam sangat mengecam terjadinya pembunuhan atas diri seseorang kecuali ada alasan yang haq untuk itu.

Kedua, pemeliharaan akal manusia menentang segala bentuk pengrusakan pikiran seperti alkohol, obat-obat terlarang, kebodohan dan lain-lain. Hal ini merupakan tujuan universal bagi umat manusia. Memerangi obat-obat terlarang dan alkohol berarti memerangi pengrusakan akal. Sungguh tidak beradab dan sangat membahayakan, para pembuat dan pengedar minum-minuman keras dengan kadar alkohol tinggi dan narkoba dalam segala jenisnya. Dalam tradisi yang menjunjung tinggi akal sehat, minum-minuman yang memabukkan tidak mendapat tempat. Karenanya sungguh mengherankan jika banyak orang yang masih saja menenggak minuman keras bahkan dengan campuran yang mematikan sampai akhirnya benar-benar menemui ajal. Akal merupakan prasyarat pertanggungjawaban manusia, tulis Hassan Hanafi.
Ketiga, karena akal manusia sebagaimana ditegaskan menjadi inti pengetahuan, maka perjuangan untuk kebenaran pengetahuan (informasi) menjadi komponen ketiga bagi etika global. Kebenaran tidak terbatas hanya pada apa yang dikatakan. Ia bersifat objektif. Islam sangat menganjurkan penyelidikan, penelitian dalam ilmu pengetahuan, agama dan kehidupan sosial. Hal ini guna menghindari kerancuan berpikir dan keragu-raguan akan kebenaran Islam. Penelitian atas suatu informasi yang diterima seseorang atau kelompok akan ditelisik (tabayyun) sehingga nyata kebenarannya atau kebohongannya.

Keempat, menjunjung tinggi harkat manusia dan kehormatan masyarakat merupakan tujuan selanjutnya dan salah satu tolok ukur utama dalam etika global. Harkat tidak bersifat individual sebagaimana diungkap dalam konsep hak asasi manusia, akan tetapi bersifat kolektif, bertalian dengan kehormatan masyarakat, negara dan kebudayaan. Setiap ancaman bagi harkat kolektif kemanusiaan tidak dapat begitu saja dieliminasi mengatasnamakan hak asasi manusia secara individual. Hukuman berat (bahkan mati) bagi perusak moral dan martabat bangsa – misalnya oleh para koruptor kelas kakap dan bandar-bandar narkoba – harus dipandang sebagai balasan setimpal pada bahaya besar yang mungkin ditimbulkannya.

Kelima, pemeliharaan kesejahteraan individu dan negara merupakan salah satu komponen utama bagi pembangunan etika global dan solidaritas manusia. Hak milik pribadi merupakan bagian dari hak setiap individu untuk menggunakannya secara pribadi. Namun manusia hanya dipercaya Tuhan untuk menggunakannya sementara. Manusia berhak mengembangkan namun bukan untuk memonopoli.
Menilik kelima hal di atas dikaitkan dengan Qs. Al Hasyr ayat 18 di awal tulisan, maka evaluasi kolektif kiranya menjadi sangat penting dilakukan, terlebih di masa sulit sekarang ini. Agar segala pekerjaan yang pernah kita lakukan lebih bermakna sosial ketimbang sekadar individual. Dan agar pengelola negara lebih tegas menjaga kesejahteraan kolektif, kesejahteraan masyarakat, bukan menjaga kesejahteraan individual semata. Allahu a’lam.

Penulis bekerja di Kanwil Depag Prov. Kalbar


1 komentar

  1. Unknown // 15 Juni 2015 pukul 19.52  

    Jika anda butuh nomor jitu sgp&hkg hub:085261240191 atas EMBA WORO akan membantu anda untuk merubah nasib lebi baik dari sebelumnya